Kalimantan Barat, 10 Juli 2025 — Tokoh masyarakat Kalimantan Barat, Herman Hofi Munawar, menegaskan bahwa perusahaan perkebunan kelapa sawit yang tidak menyerahkan kebun plasma kepada masyarakat yang berhak telah melakukan tindak pidana, bukan sekadar pelanggaran administratif. Hal ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 18 Tahun 2021.
“Tidak menyerahkan hak plasma oleh perusahaan sawit bisa digolongkan sebagai tindak pidana penggelapan, yang memiliki konsekuensi serius baik secara pidana, perdata, maupun administratif,” tegas Herman dalam keterangannya. “Ini adalah bentuk perlindungan hukum bagi masyarakat dari praktik-praktik perusahaan yang merugikan.”
Program kebun plasma merupakan bagian dari kewajiban perusahaan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar wilayah konsesi. Berdasarkan regulasi, perusahaan wajib memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat minimal 20% dari total luas izin usaha perkebunan (IUP) atau hak guna usaha (HGU) yang mereka miliki.
Lebih lanjut, Herman menyoroti bahwa kewajiban perusahaan tidak berhenti pada sekadar menyerahkan kebun plasma. Masyarakat juga harus mendapatkan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas tanah kebun plasma tersebut. Namun, fakta di lapangan menunjukkan banyak perusahaan tidak memberikan SHM, bahkan muncul dugaan bahwa SHM milik masyarakat dijadikan jaminan kredit ke perbankan tanpa sepengetahuan masyarakat.
“Praktik semacam ini tidak bisa dibiarkan. Ini bukan hanya soal hak atas tanah, tapi juga menyangkut keadilan sosial dan masa depan ekonomi masyarakat lokal,” ujarnya.
Herman mendesak agar pemerintah daerah, aparat penegak hukum, dan instansi terkait segera menindaklanjuti laporan-laporan masyarakat dan melakukan audit terhadap pelaksanaan kewajiban plasma oleh perusahaan perkebunan di seluruh wilayah Kalimantan Barat.
Narasumber : Dr Herman Hofi Munawar ,Pengamat Hukum Dan Tokoh Masyarakat
Jurnalis : Peru
Social Header