Breaking News

Ketum Suara Independen Jurnalis Indonesia (SIJI) Kecam Statmen Wakil Walikota Serang - Banten "Tak Beretika Dalam Acara Bimtek"


Serang-Sukma.co.id || Viralnya Video terkait statmen Dari Wakil Walikota Serang Bikin gaduh Masyarakat, dengan statmen yang tidak sepantasnya di Lontarkan kepada Publik, 
Dan melanggar UU (KIP) tentang Keterbukaan Informasi Publik 

Ketum Suara Independen Jurnalis Indonesia Sukma, mengecam keras Adanya statmen wakil walikota tersebut, Yang menurutnya Wakil Walikota ngomong Asal ceplos saja, Diduga ga beretika," Ucapnya. (10/06/2025)

Padahal sudah Jelas di dalam UU
 No 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) , berarti Wakil Walikota tidak pernah tau atau pura-pura tidak tau, Sampai Menjelaskan terkait hal tersebut kepada publik dalam acara Bimtek tersebut," Ujar Sukma
Wartawan di lindungi oleh UU No 40 Thn 1999. Semua Perusahaan Media memiliki Legalitas dari Kemenhumkam NIB. AHU. Aktenotaris dll.

Maka ucapan mengatakan wartawan bodrex adalah hal yang perlu di mintai pertanggung jawaban dan bukti di mata hukum. Harus bisa menjelaskan kepada publik apa yang di maksud wartawan bodrex. Harus bisa membuktikan kepada publik wartawan harus punya 3 kartu sebagai bukti sah seorang wartawan. Ucapan Walikota Serang telah menghina semua organisasi Pers kalau tidak bisa mengklarifikasi dan Semua pekerja profesi sebagai wartawan juga di hina. Bila tak bisa membuktikan ucapannya Wakil Walikota Serang. Apa tidak malu sebagai tokoh publik menciptakan kegaduhan dan menciptakan permusuhan kepada insan Pers.

Kami meminta Agar hal ini Wakil Walikota Serang mencabut statmen yang sudah di lontarkan sesuai dalam percakapannya dalam Video Viral tersebut, Agar tidak menimbulkan kegaduhan Publik, banyak hal dalam Publik pigur tentang adanya permasalahan di sekolah, 
Desa-desa dan lainnya," pungkasnya

Padahal sudah terjadi belakangan ini hal seperti ini, terkesan adanya kesengajaan dalam Ucapanya ini 
Sungguh tak beretika, dan harus di lakukan pengkajian terkait pigur publik semacam ini. 

Dari sesama insan Pers juga menyampaikan :

Dalam perjalanan panjang pemberantasan korupsi di Banten, nama-nama pejabat yang pernah mendekam di balik jeruji besi adalah bukti nyata bahwa suara dari masyarakat sipil tidak bisa diremehkan. Mereka yang selama ini dianggap musuh oleh para pejabat, justru menjadi jembatan bagi publik untuk mengakses kebenaran.

Sayangnya, tidak semua pejabat mampu melihat peran positif ini. Masih banyak LSM dan wartawan yang dipandang sebelah mata, bahkan direndahkan secara terang-terangan. Stigma “Wartawan Bodrek” atau “LSM Bayaran” kerap dilontarkan, tanpa memahami bahwa sebagian dari mereka bekerja dengan idealisme yang tinggi.

Pernyataan Wakil Wali Kota Serang, Agis, yang menyebut istilah “Wartawan Bodrek” sempat membuat gaduh. Hal itu menimbulkan luka mendalam bagi para jurnalis yang selama ini bertugas mengawal demokrasi dan kebijakan publik secara kritis dan konstruktif.

Sikap seperti itu tentu bertolak belakang dengan pernyataan Pj Wali Kota Serang sebelumnya, Yedi, yang pernah mengatakan, “Kalau pejabat tidak peka pada LSM dan Wartawan, itu sama saja dengan bunuh diri.” Sebuah ungkapan tegas bahwa pejabat harus terbuka terhadap kritik dan masukan.


Wartawan dan LSM sejatinya bukan musuh pemerintah. Mereka adalah mitra yang membantu menjalankan fungsi kontrol sosial. Dengan laporan dan kritik yang konstruktif, roda pemerintahan justru bisa berjalan lebih baik dan bersih.

Penting bagi pejabat publik untuk mampu merangkul semua kalangan, tanpa membeda-bedakan berdasarkan asosiasi atau organisasi tempat mereka bernaung. Karena sejatinya, integritas bukan soal wadah, tapi soal komitmen terhadap nilai.

Perlakuan berbeda terhadap wartawan yang tidak masuk dalam organisasi tertentu, seperti PWKS misalnya, hanya akan menimbulkan kesenjangan dan kecemburuan di kalangan jurnalis. Ini adalah hal yang justru mengganggu keharmonisan komunikasi antara pejabat dan media.

Permintaan maaf terhadap pernyataan yang melukai perasaan jurnalis sejatinya adalah langkah bijak. Tak ada ruginya bagi seorang pemimpin untuk mengakui kekeliruan, apalagi jika itu menyangkut martabat profesi yang mulia seperti kewartawanan.

Toni Firdaus, salah satu aktivis yang vokal di Kota Serang, punya pandangan independen dalam menyikapi perbedaan ini. Menurutnya, menyuarakan kebenaran dan keadilan tidak boleh terhambat oleh persoalan organisasi atau afiliasi.

“Jangan karena seseorang tidak masuk satu gerbong, lalu dianggap tidak sejalan. Kebenaran tidak mengenal warna atau kelompok,” ujar Toni dalam sebuah diskusi publik.

Ia juga menekankan pentingnya menjaga kemerdekaan pers dan kebebasan sipil sebagai fondasi demokrasi yang sehat. “Tanpa pers yang bebas dan LSM yang kritis, korupsi akan sulit dibendung,” tambahnya.

Di tengah situasi yang kadang membuat frustrasi, masih banyak wartawan dan aktivis yang setia dengan misinya. Mereka bekerja dalam senyap, kadang tanpa penghargaan, tapi punya kontribusi besar bagi negeri ini.

Semoga ke depan, semua pihak, baik pejabat publik maupun penggiat sosial, bisa lebih saling menghargai dan membangun sinergi. Bukan saling mencurigai, apalagi mencederai.

Karena dalam demokrasi, suara rakyat – termasuk suara dari LSM dan wartawan – adalah napas yang tak boleh dipadamkan.

Siapa saja yang takut bertemu dengan wartawan tentu ada sesuatu yang di sembunyikan dalam pelanggaran hukum

Ketua Umum Suara Independen Jurnalis Indonesia Putra Jaya Sukma
© Copyright 2022 - JEJAKKASUSGROUP.CO.ID