Depok | Edisi.id - Persatuan Wartawan Republik Indonesia (PWRI) Kabupaten Bogor mendesak Kapolres Metro Depok untuk segera menangkap pelaku pengeroyokan terhadap Jurnalis yang meliput proyek pembangunan jalan APBD Rp.31,5 miliar di Jalan Raya Bomang, Tajurhalang. PWRI menilai, jika kasus ini tidak diproses serius, maka negara gagal melindungi 'Kebebasan Pers'.
Insiden terjadi Kamis dini hari, 2 Oktober 2025, ketika sejumlah Jurnalis mewawancarai konsultan proyek PT Ganesha Pratama. Pihak pelaksana proyek PT Tri Manunggal Jaya bersama pekerja tiba-tiba menyerang. Seorang mandor bahkan mengacungkan cangkul sambil berteriak 'Pacul aja', menegaskan adanya ancaman kekerasan yang terorganisir.
Seorang wartawan berinisial H mengalami luka parah yakni : kepala bengkak, gigi patah, lebam di pinggang, serta tangan terluka. Kekerasan ini jelas bukan konflik spontan, melainkan upaya menghalangi kerja jurnalistik. Secara hukum, tindakan ini memenuhi unsur penganiayaan Pasal 351 KUHP sekaligus pelanggaran Pasal 18 UU Pers dengan ancaman pidana penjara dua tahun.
Ketua PWRI Kabupaten Bogor, Rohmat Selamat SH, MKn, menegaskan, bahwa kasus ini harus dipandang sebagai serangan terhadap demokrasi.
"Serangan fisik terhadap Jurnalis adalah upaya sistematis membungkam kontrol publik. Jika dibiarkan, maka hukum kehilangan wibawanya", tegasnya, Jum'at 3/10/2025.
Ketua PWRI yang juga seorang Pengacara Muda yang dikenal kritis terhadap isu sosial ini mengkritik lemahnya aparat yang selama ini hanya menjerat pelaku dengan pasal penganiayaan, tanpa menyentuh substansi pelanggaran terhadap kemerdekaan Pers.
Menurutnya, pola ini menciptakan impunitas, membuat pelaku merasa kebal, sementara Jurnalis terus menjadi sasaran kekerasan.
"PWRI menuntut Polres Metro Depok segera melakukan penangkapan dan penahanan. Transparansi proses hukum menjadi kunci apakah Polisi berdiri di sisi demokrasi atau tunduk pada kuasa modal yang membiayai proyek. Ketidakseriusan hanya akan memperkuat persepsi bahwa hukum bisa dinegosiasikan", kritiknya.
"Dalam konteks proyek bernilai miliaran rupiah, represi terhadap Jurnalis ini menunjukkan adanya pola sensor fisik terhadap media. Ancaman ini menciptakan iklim ketakutan, melemahkan fungsi Pers sebagai pengawas publik, dan membuka ruang bagi penyimpangan anggaran pembangunan", ungkapnya.
PWRI menegaskan, bahwa penerapan sanksi pidana maksimal adalah syarat mutlak untuk memutus rantai kekerasan terhadap Jurnalis.
"Jika kasus Bomang tidak dituntaskan, maka preseden berbahaya akan lahir yakni : hukum lumpuh, Pers terbungkam, dan demokrasi tercederai oleh kekerasan yang dibiarkan", tandasnya (Arifin)
Rohmat Selamat SH,M,Kn Ketua DPC PWRI Bogor Raya
Social Header