Breaking News

DUNIA LUAR HANYALAH KANVAS; BATIN KITA ADALAH KUASNYA

Oleh: Prof Makin Perdana Kusuma - Depok, 12 September 2025.
Di kedalaman jiwa manusia, ada mata air yang tak terlihat mata, namun darinya mengalir segala sikap dan tindakan. Bila air itu keruh, maka sungai perilaku yang keluar pun akan membawa lumpur; bila air itu jernih, maka alirannya akan memantulkan cahaya. "Perilaku yang tampak hanyalah cermin dari kondisi batin yang tersembunyi" (Suryanto, 2021). Maka, orang yang bersikap tidak baik kepada orang lain sesungguhnya sedang memantulkan badai yang bergejolak di dalam dirinya. Dan hanya hati yang teduh yang mampu meneduhkan dunia di sekitarnya.

Psikologi positif menegaskan bahwa kesejahteraan batin adalah fondasi bagi perilaku prososial. "Kondisi emosi positif meningkatkan kecenderungan untuk membantu dan berinteraksi secara konstruktif" (Fredrickson, 2001). Sebaliknya, individu yang terjebak dalam stres kronis atau konflik internal cenderung menunjukkan perilaku defensif, agresif, atau apatis. Dengan kata lain, kualitas interaksi sosial kita sangat bergantung pada kualitas ruang batin yang kita rawat. Maka, untuk bisa menebarkan cinta kasih, maka seseorang haruslah memiliki persediaan cinta kasih terlebih dahulu di dalam dirinya.

Dalam perspektif neurosains, regulasi emosi yang sehat berperan penting dalam membentuk perilaku. "Aktivitas optimal pada prefrontal cortex memungkinkan individu mengendalikan impuls negatif dan memilih respons yang lebih adaptif" (Davidson & McEwen, 2012). Tanpa keterampilan ini, emosi yang tak terkelola akan mudah tumpah menjadi kata-kata atau tindakan yang melukai orang lain.

Ajaran spiritual dari berbagai tradisi juga mengajarkan bahwa kebaikan luar lahir dari kebaikan dalam. "Membersihkan hati dari kebencian, iri, dan dendam adalah syarat untuk memancarkan kasih" (Dalai Lama, 2012). Praktik seperti meditasi, doa, atau refleksi diri bukan sekadar ritual, melainkan cara untuk menata ulang lanskap batin agar selaras dengan nilai-nilai kebaikan universal. Maka, mengampuni diri sendiri, menerima dan mengasihi diri sendiri, merawat kebersihan dan kesehatan ruang internal-batiniah kita adalah modal pertama dan utama untuk mempersepsi maupun beraksi di dunia ekternal-lahiriah dengan baik. 

Menciptakan kebaikan di dalam diri adalah investasi yang berdampak luas. "Perubahan sosial yang berkelanjutan dimulai dari transformasi individu" (Goleman, 2018). Ketika seseorang menumbuhkan kedamaian, empati, dan kasih dalam dirinya, ia akan memancarkannya melalui kata, sikap, dan keputusan. Lingkungan pun akan merasakan resonansi dari energi positif itu, menciptakan lingkaran kebaikan yang saling menguatkan.

Pada akhirnya, dunia luar hanyalah kanvas, dan batin kita adalah kuasnya. Warna yang kita sapukan berasal dari palet emosi dan pikiran yang kita pelihara. Jika kita ingin melukis dunia dengan warna-warna hangat, kita harus terlebih dahulu mencampur pigmen kedamaian, empati, dan kasih di dalam hati. Sebab, hanya dari sumber yang jernih akan lahir aliran yang menyegarkan. Dan hanya dari hati yang baik akan ada dunia yang lebih baik.

------SELESAI------

Referensi:
• Dalai Lama. (2012). The art of happiness. Riverhead Books.
• Davidson, R. J., & McEwen, B. S. (2012). Social influences on neuroplasticity: Stress and interventions to promote well-being. Nature Neuroscience, 15(5), 689–695. https://doi.org/10.1038/nn.3093
• Fredrickson, B. L. (2001). The role of positive emotions in positive psychology: The broaden-and-build theory of positive emotions. American Psychologist, 56(3), 218–226. https://doi.org/10.1037/0003-066X.56.3.218
• Goleman, D. (2018). Altered traits: Science reveals how meditation changes your mind, brain, and body. Avery.
• Suryanto, A. (2021). Hubungan antara kondisi psikologis dan perilaku sosial. Jurnal Psikologi Sosial Indonesia, 9(2), 101–115.
________________________________________
"MPK’s Literature-based Perspectives" 
Turning Information into Knowledge – Shaping Knowledge into Insight

Editor : Nofis Husin Allahdji
© Copyright 2022 - JEJAKKASUSGROUP.CO.ID