Breaking News

SEANDAINYA DUNIA INI SEMPURNA


Oleh: Prof Makin Perdana Kusuma – Depok, 23 Agustus 2025.

Jika dunia ini sempurna tanpa masalah, maka waktu akan berhenti berdetak. Tidak ada gerak, tidak ada perubahan, tidak ada alasan untuk berinovasi dan mencipta. Kehidupan akan menjadi museum waktu yang beku, bukan taman yang tumbuh. Justru karena ada luka, kita belajar menyembuhkan. Karena ada kebodohan, kita mencipta ilmu. Karena ada ketidakadilan, kita menegakkan hukum. “Masalah adalah rahim dari inovasi dan denyut dari ekonomi manusia” (Sachs, 2015). Maka, dalam paradoks yang indah, segala aktivitas kehidupan dan pertumbuhannya yang biasa disebut dengan ekonomi lahir dari ketidaksempurnaan hidup itu sendiri. Kita bekerja tidak untuk merayakan kesempurnaan, kita bekerja untuk menambal celah-celah eksistensi.

Pendidikan, sebagai institusi dan industri, tumbuh dari kesadaran akan keterbatasan pengetahuan. “Kebodohan bukan hanya kekurangan, tetapi juga peluang untuk membangun sistem pembelajaran yang berkelanjutan” (Tilaar, 2002). Dari ketidaktahuan lahir kurikulum, guru, sekolah, dan teknologi pembelajaran. Dunia pendidikan bukan sekadar ruang transfer ilmu, tetapi medan perjuangan melawan kegelapan batin dan sosial. Maka, bisnis pendidikan bukanlah eksploitasi kebodohan, melainkan respons terhadap kebutuhan paling mendasar manusia: memahami dan dimengerti.

Demikian pula dengan dunia kesehatan. “Penyakit adalah pengingat bahwa tubuh manusia rapuh, dan dari kerapuhan itu lahir sistem medis yang kompleks” (WHO, 2023). Rumah sakit, farmasi, asuransi kesehatan, dan profesi medis bukanlah simbol dari dunia yang sakit, melainkan bukti bahwa manusia tidak menyerah pada penderitaan. Bisnis kesehatan adalah bentuk perlawanan terhadap kematian, dan dalam perlawanan itu, ekonomi bergerak, teknologi berkembang, dan harapan tumbuh.

Dalam ranah hukum dan legal, kejahatan dan kecurangan menjadi pemicu lahirnya sistem keadilan. “Tanpa pelanggaran, tidak akan ada kebutuhan untuk aturan; tanpa konflik, tidak akan ada profesi hukum” (Habermas, 1996). Maka, pengacara, hakim, notaris, dan lembaga hukum bukanlah produk dari dunia yang damai, melainkan dari dunia yang terus bergulat dengan moralitas dan kekuasaan. Bisnis hukum adalah refleksi dari upaya manusia untuk menata kekacauan menjadi keteraturan.

Kesimpulannya, gerak dan pertumbuhan kehidupan yang dapat diukur dengan apa yang disebut dengan ekonomi bukanlah perayaan atas apa yang sudah baik, melainkan respons terhadap apa yang belum selesai. “Aktivitas ekonomi adalah proses transformatif yang menjembatani antara kekurangan dan pemenuhan” (Sen, 1999). Maka, masalah bukan musuh pertumbuhan, melainkan bahan bakarnya. Dunia bergerak bukan karena semuanya baik-baik saja, tetapi karena ada yang perlu diperbaiki.

Dan di titik ini, kita diajak untuk melihat ulang makna dari “masalah.” Ia bukan kutukan, bukan kesalahan ataupun kelalaian penciptaan, melainkan keagungan sebuah rancangan. Di antara keluasan ketetapan sang Pencipta, tersedia ruang keistimewaan kehendak bebas bagi manusia untuk mengekspresikan dan memanifestasikan potensinya, menumbuhmekarkan kehidupan.  Masalah dan ketidaksempurnaan bukanlah hambatan, melainkan ruang keistimewaaan bagi manusia untuk berpartisipasi dan berkontribusi dalam penciptaan. Di dalam proses penciptaan itulah manusia dapat memahami makna gagasan, perjuangan, keringat, air mata dan doa-doa. Dalam setiap celah ketidaksempurnaan kehidupan itulah tersembunyi benih perubahan dan pertumbuhan. Maka, tak perlu alergi dan takut pada masalah dan ketidaksempurnaan. Sebab geliat kehidupan bukan hanya tentang apa yang terjadi untuk dan pada kita, tetapi juga tentang apa yang terjadi melalui kita. Di sanalah, kehidupan menemukan denyutnya, dan manusia menemukan maknanya.

Referensi:
• Sachs, J. D. (2015). The Age of Sustainable Development. Columbia University Press.
• Tilaar, H. A. R. (2002). Perubahan Sosial dan Pendidikan: Pengantar Pedagogik Transformatif. Grasindo.
• World Health Organization. (2023). Global Health Estimates 2023. WHO Publications.
• Habermas, J. (1996). Between Facts and Norms: Contributions to a Discourse Theory of Law and Democracy. MIT Press.
• Sen, A. (1999). Development as Freedom. Oxford University Press.
________________________________________
MPK’s Literature-based Perspectives 
Turning Information into Knowledge – Shaping Knowledge into Insight

Editor : Nofis Husin Allahdji
© Copyright 2022 - JEJAKKASUSGROUP.CO.ID