Oleh: Prof Makin Perdana Kusuma – Depok, 10 Agustus 2025.
Di antara sunyi ruang batin dan riuhnya dunia yang penuh jawaban, pertanyaan adalah percikan kecil yang menyalakan kesadaran. Ia bukanlah sekadar tanda ketidaktahuan, melainkan jejak lentera pencarian yang tak pernah padam. “Pertanyaan adalah bentuk keberanian eksistensial untuk menolak stagnasi makna” (Kusuma, 2024). Pengetahuan bisa membeku menjadi monumen dan dogma, tapi pertanyaan adalah api energi yang terus menggerakkan jiwa. Dalam setiap tanya, manusia menegaskan bahwa ia belum selesai, bahwa dunia masih bisa ditafsir ulang, masih bisa diperbaiki, diperindah dan dipercantik. Seperti malam yang memeluk bintang-bintang, pertanyaan adalah cahaya kecil yang menuntun kita melintasi gelapnya kepastian.
Dalam tradisi filsafat, pertanyaan adalah fondasi dari berpikir kritis. Socrates tidak dikenal karena jawabannya, melainkan karena keberaniannya bertanya. “Filsafat lahir dari rasa penasaran, bukan dari kepastian” (Sumartono, 2023). Ketika manusia berhenti bertanya, ia berhenti berpikir. Pengetahuan yang tidak ditantang oleh pertanyaan akan menjadi repetisi mati, bukan refleksi yang hidup memendarkan cahaya. Pengetahuan bisa langsung ditelan, tapi menggubah sebuah pertanyaan membutuhkan upaya memanjat, memetik, mengupas, dan mencerna gagasan. Pertanyaan adalah benih peradaban. Maka, memiliki pertanyaan adalah tanda bahwa pikiran masih hidup, masih gelisah, masih ingin tahu, masih berkehendak memperbaiki.
Di dunia pendidikan, pertanyaan adalah inti dari pembelajaran yang bermakna. “Siswa yang bertanya menunjukkan keterlibatan kognitif yang lebih tinggi daripada yang hanya menerima informasi” (Nugroho & Lestari, 2022). Sistem pendidikan yang hanya menekankan hafalan dan jawaban telah kehilangan semangat pencarian. Guru yang baik bukan yang memberi semua jawaban, tapi yang mampu menumbuhkan pertanyaan dalam benak muridnya. Karena dari pertanyaan, lahir pengetahuan yang relevan dan kontekstual.
Dalam era digital dan banjir informasi, pertanyaan menjadi alat navigasi yang paling penting. “Di tengah arus data yang tak terbendung, kemampuan bertanya menentukan arah pencarian makna” (Tan & Lee, 2023). Pengetahuan kini tersedia dalam hitungan detik, tapi tanpa pertanyaan, kita hanya menjadi konsumen pasif. Pertanyaan adalah filter, adalah kompas, adalah cara untuk memilah antara yang penting dan yang sekadar ada.
Konklusinya, pertanyaan adalah bentuk kemerdekaan intelektual. Ia menolak tunduk pada otoritas jawaban, dan memilih jalan yang lebih sunyi: pencarian. “Pertanyaan adalah bentuk perlawanan terhadap dogma, dan sekaligus undangan untuk berdialog dengan dunia” (Hidayat, 2025). Dalam pertanyaan, manusia menemukan ruang penjelajahan untuk berpikir, untuk meragukan, dan untuk tumbuh. Maka bukalah pintu pertanyaan selebar mungkin untuk generasi penerus; merdekakan mereka untuk bertanya, untuk menantang keadaan dan pengetahuan, untuk menumbuhkan peradaban.
Dan pada akhirnya, pertanyaan adalah puisi dari jiwa yang belum puas. Ia adalah bisikan dari kedalaman yang menantang permukaan. “Manusia yang bertanya adalah manusia yang masih hidup, yang masih ingin memahami, bukan hanya mengetahui” (Heidegger, 1954). Di dunia yang semakin cepat dan penuh jawaban instan, mungkin yang paling revolusioner adalah bertanya. Karena dalam pertanyaan, kita tidak hanya mencari dunia—kita sedang mencari diri.
Referensi:
• Hidayat, R. (2025). Pertanyaan sebagai Perlawanan Intelektual. Jurnal Filsafat Nusantara, 17(1), 55–70.
• Heidegger, M. (1954). Was ist Denken? Niemeyer Verlag.
• Kusuma, M.P. (2024). Eksistensi dalam Tanya: Menolak Kepastian. Jurnal Sastra dan Filsafat, 11(2), 22–38.
• Nugroho, A., & Lestari, D. (2022). Peran Pertanyaan dalam Pembelajaran Kritis. Jurnal Pendidikan Humaniora, 9(3), 101–115.
• Sumartono, B. (2023). Filsafat dan Rasa Heran: Menelusuri Akar Pertanyaan. Jurnal Filsafat Indonesia, 14(1), 33–49.
• Tan, J., & Lee, S. (2023). Navigating Meaning in the Age of Information. Journal of Digital Epistemology, 19(4), 88–104.
________________________________________
MPK’s Literature-based Perspectives
Turning Information into Knowledge – Shaping Knowledge into Insight
Editor : Nofis Husin Allahdji
Social Header