Oleh: Makin Perdana Kusuma - Depok, 3 Oktober 2025.
Ada saat ketika langit tampak terlalu berat untuk ditatap, dan langkah terasa seperti beban yang tak kunjung reda. Di titik itu, ketika harapan nyaris padam dan doa hanya menjadi bisikan yang tenggelam dalam sunyi, semesta diam-diam menyiapkan kejutan. Seperti fajar yang menyusup perlahan setelah malam yang panjang, keajaiban tidak datang dengan gemuruh, melainkan dengan kelembutan yang menyentuh jiwa. “Keajaiban sering kali datang di saat kita hampir putus asa” (Jubaedah, 2025); bukan karena kita kuat, tetapi karena kita bertahan.
Dalam psikologi positif, konsep “resilience” menjadi kunci memahami momen-momen transformatif ini. Tugade dan Fredrickson (2004) menyatakan bahwa “individu yang mampu mempertahankan emosi positif dalam tekanan tinggi memiliki peluang lebih besar untuk mengalami pertumbuhan pasca-trauma”. Ketika seseorang hampir menyerah, sistem mentalnya mulai membuka ruang bagi makna baru, bukan sekadar solusi. “Keteguhan dalam moment keputusasaan adalah pintu menuju titik balik” (Suryani, 2022).
Dalam perspektif neuroscience, momen ketika seseorang hampir menyerah dan berserah adalah titik kritis di mana otak mengalami perubahan neuroplastisitas yang signifikan. Studi menunjukkan bahwa tekanan emosional yang intens dapat memicu aktivasi area prefrontal cortex, yang berperan dalam pengambilan keputusan dan regulasi emosi, sehingga memungkinkan individu untuk menemukan strategi baru dalam menghadapi kesulitan (Davidson & McEwen, 2012). Selain itu, pelepasan neurotransmiter seperti dopamin dan serotonin saat seseorang memilih untuk bertahan namun berserah secara sadar, jernih dan tenang dapat memperkuat jalur saraf positif yang mendukung motivasi dan harapan (Nestler & Carlezon, 2006). Dengan kata lain, keajaiban yang muncul di saat hampir menyerah bukan hanya fenomena spiritual atau psikologis, melainkan juga hasil dari mekanisme otak yang adaptif dan dinamis, yang memungkinkan manusia bangkit kembali dari keterpurukan dengan kekuatan baru.
Sementara Munira (2025) menulis bahwa “keajaiban bukanlah mukjizat yang turun dari langit begitu saja, melainkan berkah dari keteguhan hati yang terus melangkah meski tak ada jalan yang terlihat”. Seperti pelukis yang berkali-kali gagal menciptakan mahakarya, setiap goresan adalah proses menuju keindahan yang tak terduga. “Keajaiban adalah hadiah bagi mereka yang tidak menyerah” (Munira, 2025). Ketika dunia tampak membatasi langkah dan harapan seolah tertutup rapat, justru di sanalah jiwa menemukan kekuatan tersembunyi yang tak terduga. Perjalanan yang penuh liku dan kegagalan menjadi taman rahasia di mana benih harapan mulai tumbuh dan berbunga. Setiap langkah yang terasa berat dan setiap jatuh yang mendera adalah bagian dari proses penyempurnaan diri yang mendalam. Keteguhan dalam ketidakpastian itulah yang akhirnya membuka pintu-pintu keajaiban yang selama ini tersembunyi.
Kesimpulannya, keajaiban bukanlah hasil dari keberuntungan semata, melainkan buah dari keteguhan, kesadaran, dan keberanian untuk tetap melangkah. Ia hadir dalam bentuk pintu yang terbuka, kekuatan yang tiba-tiba muncul, atau cahaya yang menerangi jalan yang sebelumnya gelap. “Setiap orang yang berhasil memiliki capaian besar pasti pernah berada di ambang keputusasaan” (Jubaedah, 2025). Ketika manusia berserah, ia tidak menyerah; ia membuka ruang bagi campur tangan semesta.
Dan pada akhirnya, hidup adalah perjalanan yang penuh teka-teki. Kita berjalan dengan luka, dengan harapan yang kadang redup, namun tetap melangkah. Karena di ujung lorong itu, mungkin bukan cahaya yang kita temukan, melainkan cermin; yang memperlihatkan bahwa kita telah menjadi versi terbaik dari diri kita sendiri. Keajaiban bukanlah akhir dari perjalanan, melainkan bukti bahwa kita tidak pernah benar-benar sendiri dalam gelap.
Referensi:
• Brilio. (2025). 100 Quotes Islami Saat Sedih dan Putus Asa.
• Davidson, R. J., & McEwen, B. S. (2012). Social influences on neuroplasticity: Stress and interventions to promote well-being. Nature Neuroscience, 15(5), 689–695.
• Jubaedah, N. (2025). Jangan Menyerah, Keajaiban Sering Datang di Saat Kita Hampir Putus Asa.
• Munira. (2025). Keajaiban Terjadi Ketika Kamu Tak Menyerah.
• Nestler, E. J., & Carlezon, W. A. (2006). The mesolimbic dopamine reward circuit in depression. Biological Psychiatry, 59(12), 1151–1159.
• Suryani, R. (2022). Harapan di Tengah Kesulitan: Kisah Inspiratif untuk Bertahan. Yogyakarta: Bentang Pustaka.
• Tugade, M. M., & Fredrickson, B. L. (2004). Resilient individuals use positive emotions to bounce back from negative emotional experiences. Journal of Personality and Social Psychology, 86(2), 320–333.
________________________________________
MPK’s Literature-based Perspectives
Turning Information into Knowledge – Shaping Knowledge into Insight
________________________________________
(Keterangan Keterbukaan: Ide pokok artikel didapatkan dari pengamatan di dunia maya dan pengalaman di dunia nyata. Konteks, kerangka pemikiran, format, alur dan gaya bahasa dikembangkan oleh penulis. Bahan dirangkai, disusun, dan diperkaya menggunakan AI. Gambar pendukung dibuat dengan AI)
Editor : Nofis Husin Allahdji
Social Header