Breaking News

MENGAPA KITA HARUS BERBUAT BAIK? - SEBUAH JAWABAN NON DOGMATIS


Oleh: Prof Makin Perdana Kusuma - Depok, 21 Agustus 2025.
Di tengah keagungan semesta dan hiruk pikuk kehidupan, kita seringkali menemukan diri kita berdiri di persimpangan jalan, merenungkan sebuah pertanyaan abadi: mengapa kita harus berbuat baik? Apakah itu sekadar kewajiban moral yang dibisikkan oleh leluhur dan kitab suci, ataukah ada resonansi yang lebih dalam yang menggerakkan jiwa? Apakah kebaikan hanya tentang memberi, ataukah ia juga tentang menerima, menumbuhkan sebuah taman batin yang merekah di tengah padang kehidupan yang keras? Mungkin, dorongan untuk menebarkan cinta kasih bukanlah sebuah beban, melainkan sebuah panggilan kembali ke esensi terdalam kita. Sebuah jawaban yang tidak hanya memuaskan akal, tetapi juga menenangkan hati.

Secara psikologis dan neurosains, tindakan kebaikan adalah hadiah ganda. Ketika kita melakukan sesuatu yang tulus untuk orang lain, otak kita merespons dengan pelepasan endorfin dan oksitosin, hormon yang menciptakan perasaan bahagia dan terhubung. "Menebarkan kebaikan adalah salah satu jalan paling efektif untuk merasakan kebahagiaan sejati, karena ia menggerakkan respons neurokimia yang mendorong rasa damai dan kepuasan batin," ungkap Post (2007). Fenomena ini, yang sering disebut "helper's high," menunjukkan bahwa altruisme tidak hanya bermanfaat bagi penerima, tetapi juga secara intrinsik menguntungkan pemberi. Dengan kata lain, berbuat baik adalah salah satu cara paling fundamental untuk bahagia, merawat kesehatan mental dan emosional kita sendiri.

Lebih jauh, tindakan prososial dan penyebaran cinta kasih adalah fondasi yang vital bagi kohesi sosial dan evolusi manusia. Secara Biologi evolusioner, kerja sama dan empati telah menjadi faktor kunci yang memungkinkan spesies manusia untuk bertahan dan berkembang secara kolektif. "Tindakan kebaikan adalah mekanisme sosial yang mendasar yang membangun kepercayaan, mempromosikan kerja sama timbal balik, dan memperkuat ikatan dalam sebuah komunitas," tulis Batson (2011). Ketika kita membantu orang lain, kita tidak hanya meringankan beban mereka, tetapi juga secara aktif membangun jembatan kepercayaan yang memungkinkan tatanan masyarakat untuk berfungsi lebih baik. Dalam jaringan interaksi yang rumit ini, setiap tindakan kebaikan adalah benang yang merajut permadani kolektif untuk merawat sistem sosial yang lebih kuat dan lebih tangguh demi keberlanjutan hidup spesies manusia.

Secara spiritual, tindakan kebaikan dan cinta kasih adalah manifestasi dari kesadaran yang lebih tinggi dan pemahaman tentang hakikat diri kita yang saling terhubung. Banyak tradisi spiritual mengajarkan bahwa diri kita bukanlah entitas yang terpisah, melainkan bagian dari kesaduan yang lebih besar. "Tujuan hidup adalah untuk mengurangi penderitaan dengan cara yang paling fundamental, yaitu dengan mengembangkan rasa kasih sayang dan kepedulian universal terhadap semua makhluk," demikian yang diajarkan oleh Dalai Lama dan Cutler (1998). Dalam pandangan ini, berbuat baik bukanlah semata-mata tindakan eksternal, melainkan sebuah latihan spiritual untuk mengikis ego dan menyadari bahwa penderitaan orang lain adalah penderitaan kita sendiri, dan kebahagiaan mereka adalah kebahagiaan kita.

Dalam pandangan fisika kuantum, segala sesuatu di alam semesta, pada tingkat subatomik, saling terhubung dalam jalinan energi yang rumit. Partikel-partikel tidak terisolasi; mereka berinteraksi dan memengaruhi satu sama lain dalam sebuah jaringan realitas yang dinamis. "Teori kuantum menunjukkan bahwa di tingkat paling fundamental, realitas adalah satu kesatuan yang tidak terbagi, dan segala sesuatu saling terkait dalam medan energi yang sama," jelas Goswami (2001). Konsep ini, saat diterapkan secara metaforis, dapat memberikan dasar ilmiah-filosofis untuk gagasan bahwa tindakan kebaikan tidak pernah berdiri sendiri. Sebuah tindakan kebaikan yang kita lakukan di satu tempat dapat menciptakan "riak" energi positif yang menyebar dan memengaruhi seluruh jaringan, menggarisbawahi bahwa penderitaan orang lain adalah penderitaan kita sendiri, dan kebahagiaan mereka adalah kebahagiaan kita.

Oleh karena itu, alasan kita harus berbuat baik melampaui perintah moral dan norma sosial. Ia adalah panggilan batin yang menggabungkan manfaat psikologis pribadi, kebutuhan evolusioner untuk kohesi sosial, dan dorongan spiritual untuk menyadari kesatuan kita dengan alam semesta. Kebaikan adalah investasi yang tak pernah merugi, sebuah tindakan yang memberikan manfaat bagi diri, masyarakat, dan seluruh eksistensi.

Pada akhirnya, berbuat baik bukanlah sekadar tugas, melainkan sebuah seni: seni untuk menyalakan lilin di kegelapan, seni untuk menumbuhkan bunga di tanah tandus, seni untuk menyentuh hati tanpa suara. Setiap tindakan kecil yang dilandasi cinta kasih adalah riak yang menyebar, mengubah lautan kehidupan. Janganlah kita meragukan kekuatan transformatif dari kebaikan yang tulus. Karena pada akhirnya, kita tidak dikenang dari seberapa banyak yang kita ambil, tetapi dari seberapa banyak yang kita berikan, dan seberapa terang cahaya yang kita pancarkan.

Referensi:
• Batson, C. D. (2011). These things called empathy: Eight decades of debate. Cambridge University Press.
• Dalai Lama XIV, & Cutler, H. C. (1998). The art of happiness: A handbook for living. Riverhead Books.
• Goswami, A. (2001). Physics of the soul: The quantum book of living, dying, reincarnation, and immortality. Hampton Roads Publishing Company.
• Post, S. G. (2007). Why good things happen to good people: How to live a healthier, happier life by doing good. Broadway Books.

______________________________
"MPK’s Literature-based Perspectives"
Turning Information into Knowledge – Shaping Knowledge into Insight

Editor : Nofis Husin Allahdji
© Copyright 2022 - JEJAKKASUSGROUP.CO.ID