Jejak Kasus Group
Kab Bogor - Rencana pengukuran lahan oleh PT Bahana Sukma Sejahtera (PT BSS) di area Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) Nomor 1 yang berada di Desa Pasir Jaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor,menuai penolakan dari warga penggarap. Aksi ini juga mendapat dukungan dari sejumlah organisasi, termasuk Himpunan Petani dan Peternak Milenial Indonesia (HPPMI) Kabupaten Bogor dan Forum Komunikasi Masyarakat Gunung Salak (FKMGS).
Sejumlah warga bersama aktivis dari HPPMI dan FKMGS berkumpul di lokasi lahan, tepatnya di Kampung Loji, Desa Pasir Jaya, untuk menyampaikan keberatan mereka.
Ketua HPPMI Kabupaten Bogor, Yusuf Bachtiar, meminta PT BSS untuk menunda proses pengukuran. Ia khawatir, jika pengukuran tetap dipaksakan, akan memicu konflik antara warga penggarap dan pihak perusahaan.
"Saya sudah koordinasi dengan PT BSS, juga ada keluhan dari beberapa desa. Kalau pengukuran ini dipaksakan, bisa terjadi chaos di lapangan. Untuk itu saya minta ditahan dulu. Kita punya kewajiban menjaga kondusifitas," tegas Yusuf kepada wartawan, Senin (30/6/2025).
Yusuf juga menjelaskan bahwa status SHGB atas nama PT BSS memang secara yuridis masih tercatat, namun SHGB itu telah habis sejak 2017. Ia menilai para penggarap yang telah mengelola lahan selama 10 hingga 20 tahun juga memiliki hak yang patut dipertimbangkan.
"SHGB-nya sudah habis di 2017, dan faktanya lahan ini dikuasai penggarap, bukan PT BSS. Jadi mereka juga punya hak, apalagi lahannya dimanfaatkan secara produktif," ujarnya.
HPPMI, kata Yusuf, berencana mengadvokasi para penggarap dengan menyiapkan proses kuasa hukum untuk pengelolaan lahan di dua kecamatan, yakni Cigombong dan Cijeruk.
Sementara itu, Sekretaris FKMGS, Ade Uwan Mulyana, menyatakan dukungannya terhadap penolakan pengukuran oleh warga. Ia menilai, jika pengukuran dilakukan tanpa melibatkan para penggarap, maka hak mereka bisa terancam.
"Kami mendukung penolakan ini. Masyarakat sudah menggarap bertahun-tahun. Kalau tiba-tiba ada pengukuran, bisa-bisa mereka kehilangan haknya. Kami akan kirim surat ke kepala desa untuk memperkuat legal standing para penggarap," ujar Ade.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak PT BSS maupun Badan Pertanahan Nasional (BPN) terkait penolakan warga. HPPMI sendiri menyatakan akan segera mengatur pertemuan terbuka untuk membahas penyelesaian yang mengedepankan musyawarah dan keadilan.
Narasumber : Yusuf B
Editor : Nofis Bogor
Social Header