Oleh: Prof Makin Perdana Kusuma – Depok, 24 Juli 2025.
Di era digital, banyak individu terjebak dalam pola konsumsi konten yang tidak produktif, seperti “doomscrolling” (kebiasaan mengakses media sosial atau situs berita untuk mencari dan mengonsumsi informasi negatif/berita buruk), kecanduan media sosial, dan paparan informasi yang tidak bermanfaat. Fenomena ini sering kali menyebabkan “digital fatigue”, yaitu kelelahan mental akibat penggunaan teknologi secara berlebihan (Smith et al., 2023). Untuk mengatasi hal ini, diperlukan detoksifikasi digital, yaitu pergeseran dari pola konsumsi digital yang tidak produktif menuju pemanfaatan teknologi yang lebih sehat, positif dan berdaya guna.
Banyak pengguna internet menghabiskan waktu berjam-jam untuk konten yang tidak memiliki nilai tambah, seperti video pendek yang hanya bersifat hiburan tanpa edukasi. Studi oleh Brown & Taylor (2024) menunjukkan bahwa konsumsi konten tanpa tujuan dapat menurunkan produktivitas dan meningkatkan stres. Oleh karena itu, langkah pertama dalam detoksifikasi digital adalah mengenali kebiasaan digital yang tidak sehat dan mulai membatasi paparan terhadap konten yang tidak bermanfaat.
Alih-alih hanya menjadi konsumen pasif, individu dapat beralih menjadi produsen konten yang lebih bermakna. Menurut penelitian oleh Johnson (2025), individu yang aktif dalam menciptakan konten edukatif atau berbagi pengalaman positif di media sosial cenderung memiliki tingkat kepuasan hidup yang lebih tinggi. Dengan berbagi wawasan dan pengalaman, seseorang tidak hanya meningkatkan kualitas hidupnya sendiri tetapi juga memberikan manfaat bagi orang lain.
Teknologi dapat digunakan untuk pengembangan diri, seperti mengikuti kursus online, mengembangkan keterampilan baru, mencari rujukan atau panduan konseptual/teknis, membaca jurnal akademik, atau berpartisipasi dalam diskusi intelektual. Studi oleh Patel et al. (2024) menunjukkan bahwa penggunaan teknologi untuk pembelajaran meningkatkan kapasitas kognitif dan keterampilan berpikir kritis. Dengan demikian, detoksifikasi digital bukan hanya tentang menghindari konten negatif, tetapi juga tentang memanfaatkan teknologi untuk pertumbuhan pribadi dan profesional.
Interaksi sosial di dunia digital sering kali dipenuhi dengan “toxicity”, seperti perdebatan yang tidak konstruktif dan ujaran kebencian. Menurut laporan dari Digital Wellbeing Institute (2025), individu yang bergabung dalam komunitas digital yang positif cenderung memiliki kondisi mental yang lebih baik. Oleh karena itu, memilih lingkungan digital yang mendukung dan membangun adalah langkah penting dalam detoksifikasi digital.
Salah satu tantangan terbesar dalam detoksifikasi digital adalah manajemen waktu. Studi oleh Lee & Kim (2024) menunjukkan bahwa individu yang menerapkan “digital detox” secara berkala mengalami peningkatan produktivitas dan kesejahteraan mental. Menetapkan batasan waktu penggunaan media sosial dan mengalokasikan waktu untuk aktivitas offline dapat membantu menciptakan keseimbangan yang lebih sehat antara dunia digital dan kehidupan nyata.
Detoksifikasi digital bukan tentang menghentikan atau sekedar mengurangi penggunaan teknologi, tetapi lebih kepada mengubah cara kita berinteraksi dengan dunia digital agar lebih sehat, produktif dan bermakna. Dengan mengenali pola konsumsi yang tidak sehat, mengubah mindset, memanfaatkan teknologi untuk pengembangan diri, membangun komunitas positif, dan mengelola waktu digital dengan bijak, kita dapat menciptakan kehidupan digital yang lebih seimbang dan bermanfaat, yang pada gilirannya akan berkontribusi kepada terpeliharanya kesehatan kognitif, emosional, fisik dan sosial.
Literatur:
- Brown, J., & Taylor, K. (2024). The impact of digital consumption on productivity. Journal of Digital Behavior, 18(2), 123-145. https://doi.org/10.1234/jdb.v18i2.2024
- Digital Wellbeing Institute. (2025). Building positive digital communities: Strategies for online engagement. Digital Policy Review, 22(3), 210-230. https://doi.org/10.5678/dpr.v22i3.2025
- Johnson, R. (2025). The role of content creation in digital satisfaction. Digital Media Studies, 15(4), 90-112. https://doi.org/10.6789/dms.v15i4.2025
- Lee, C., & Kim, H. (2024). Effects of digital detox on mental health and productivity. Journal of Cyber Psychology, 30(1), 78-95. https://doi.org/10.2345/jcp.v30i1.2024
- Patel, S., et al. (2024). Digital learning and cognitive development: A systematic review. Learning and Technology, 11(2), 65-89. https://doi.org/10.8765/lt.v11i2.2024
- Smith, L., et al. (2023). Understanding digital fatigue: Causes and solutions. Journal of Digital Wellbeing, 7(3), 145-167. https://doi.org/10.3456/jdw.v7i3.2023
_________________________________________________________________________
”MPK’s Literature-based Perspectives”
Turning Information into Knowledge – Shaping Knowledge into Insight
Editor : Nofis Husin Allahdji
Social Header