Menjelang masuknya siswa ajaran baru di sekolah sekolah SMPN di rejang Lebong, banyak sekolah sekolah sedikit penerimaan siswa baru.
Akibatnya sekolah tidak mencukupi kuota siswa yang mendaftar dan ada juga sekolah yang penerimaan siswanya selalu di minati danmembludak. Seperti peraturan zona tidak berlaku
Sekolah tersebut adalah SMPN 1 Rejang Lebong dan SMPN 2 Rejang Lebong, dengan kapasitas siswa lebih banyak. Menurut pernyataan orang tua siswa. (07/07/2024/
Banyak orang tua siswa mengeluhkan kenapa bisa seperti ini, walau minat nya sama, untuk apa gedung sekolah yang ada di Rejang Lebong dibangun dengan anggaran negara namun penerimaan siswanya sedikit. Apa tidak ada pengawasan dari Dinas Pendidikan.
Bahkan ada salah satu SMPN 9 Rejang Lebong terhitung sampai hari ini SMPN tersebut hanya ada siswa berjumlah 29 orang yang mendaftar. Kapasitas bisa menampung 150 siswa. Sekolahnya diwilayah padat penduduk.
Sedangkan materi pelajaran tidak jauh beda dengan yang ada di sekolah yang di anggap favorit tersebut.
Tanggapan yang di sampaikan
Ombudsman RI mengungkap sejumlah temuan untuk menyiasati pelaksanaan penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun ajaran 2024/2025. Di antaranya ada praktik 'cuci rapor' atau mengganti nilai untuk meningkatkan gengsi sekolah hingga manipulasi data demi mengakali jalur zonasi.
"Kami temukan bahwa implementasi di lapangan ternyata masih banyak yang tidak sesuai dengan panduan Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021 dan Keputusan Sekjen Kemendikbud Nomor 47 Tahun 2023 dalam pelaksanaan PPDB ini," kata Anggota Ombudsman RI indraza Marzuki Rais dalam keterangan yang dikutip dari situs resmi, Sabtu (6/7/2024).
Indraza kemudian memerinci lembaganya sudah mendapatkan aduan masyarakat terkait pelaksanaan PPDB. Rinciannya, terjadi dugaan administrasi sebanyak 51 persen; tidak memberikan layanan 13 persen; tidak kompeten 12 persen; diskriminasi 11 persen; penundaan berlarut 7 persen; permintaan imbalan uang, barang dan jasa 2 persen; tidak patut 2 persen; dan penyalahgunaan wewenang 2 persen.
Praktik kotor siasati PPDB 2024, 'cuci rapor' hingga manipulasi jalur zonasi
Ombudsman RI mengungkap sejumlah temuan untuk menyiasati pelaksanaan penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun ajaran 2024/2025. Di antaranya ada praktik 'cuci rapor' atau mengganti nilai untuk meningkatkan gengsi sekolah hingga manipulasi data demi mengakali jalur zonasi.
"Kami temukan bahwa implementasi di lapangan ternyata masih banyak yang tidak sesuai dengan panduan Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021 dan Keputusan Sekjen Kemendikbud Nomor 47 Tahun 2023 dalam pelaksanaan PPDB ini," kata Anggota Ombudsman RI indraza Marzuki Rais dalam keterangan yang dikutip dari situs resmi, Sabtu (6/7/2024).
Indraza kemudian memerinci lembaganya sudah mendapatkan aduan masyarakat terkait pelaksanaan PPDB. Rinciannya, terjadi dugaan administrasi sebanyak 51 persen; tidak memberikan layanan 13 persen; tidak kompeten 12 persen; diskriminasi 11 persen; penundaan berlarut 7 persen; permintaan imbalan uang, barang dan jasa 2 persen; tidak patut 2 persen; dan penyalahgunaan wewenang 2 persen.Polemik PPDB Jalur Prestasi
Sementara itu, berdasarkan seleksi jalur PPDB jumlah pengaduan pada jalur prestasi sebanyak 141 laporan, jalur zonasi 138 laporan, tidak ada keterangan 130 laporan, afirmasi 47 laporan dan Perpindahan Tugas Orang Tua (PTO) 11 laporan.
"Dalam jalur zonasi, adanya pemahaman keliru baik juklak dan juknis penentuan zona dimana selama ini masih banyak yang menggunakan jarak padahal dapat juga menggunakan area zona. Untuk afirmasi, seharusnya juga tidak hanya bagi anak yang kurang beruntung secara ekonomi tetapi juga berlaku kepada teman-teman disabilitas," ungkapnya.
Adapun salah satu laporan yang masuk di jalur prestasi, yaitu praktik cuci rapot atau mengganti nilai demi meningkatkan gengsi sekolah. Selain itu, tidak adanya transparansi dalam mengukur dan mengumumkan skor penilaian jalur prestasi.
"Sehingga muncul berbagai permasalahan seperti adanya sertifikat akademik plus hingga masuknya siswa titipan berdasarkan jalur prestasi yang berujung pada penambahan kelas atau rombongan belajar," ungkap indraza
Di jelaskan juga dengan sekretaris diknas Rejang Lebong Bapak Hanapi Mpd , melalui sambungan telp untuk PPDB masih menerima sampai bulan Agustus untuk setiap sekolah karena masih banyak juga sekolah sekolah masih minim penerimaan siswa.
Apa lagi di tahun politik banyak kalangan dari orang tua murid yang menduga kalau sebagian siswa yang masuk bukan berdasarkan zonasi istilah yang diberikan titipan jalur depan dan jalur belakang yang masuk tidak transparan dalam penerimaan siswa tersebut. Berakibat banyak sekolah SMPN di Kabupaten Rejang Lebong minim siswa bisa jadi seluruh propinsi Bengkulu.
Penulis : Syafri
Social Header